MASJID merupakan tempat ibadah umat muslim.
Selain itu, masjid sering dipergunakan untuk kegiatan keagamaan seperti
mengaji, berceramah, atau sekadar berbagi pendapat tentang kebudayaan Islam.
Di Kabupaten Pidie, ada beberapa masjid yang
sangat dikenal oleh masyarakat Aceh dan bahkan seluruh dunia. Edisi pertama ini
kami coba mengungkap sejarah dua masjid yang punya nilai sejarah. Masjid Abu
Beureueh di Beureunuen.
Masjid
Abu Beureueh
Masjid Abu Beureueh atau dengan nama lain Masjid
Baitul A’la Lil Mujahiddin yang
Terletak di Beureunuen, Kecamatan Mutiara,
Kabupaten Pidie, kini dikenal sebagai salah satu daerah yang sangat aktif di
bidang perekonomiannya, karena letaknya cukup strategis (berada sebelum
memasuki ibukota Kabupaten Pidie) dibangun atas
prakarsa Tgk. Muhammad Daud Beureueh pada
tahun 1950.
Dalam pembangunan Masjid tersebut telah
beberapa kali sempat terjadi ketegangan dari pihak yayasan yang mengklaim masjid
itu berhak dikelola penuh oleh yayasan
yang dibentuk oleh keluarga, sementara pihak
masyarakat menolaknya karena menilai masjid itu milik seluruh komponen
masyarakat. Setelah beberapa kali pertemuan dengan melibatkan masyarakat
Mutiara serta tokoh agama dan Imum Chik Masjid Abu Beureuh, barulah pembangunan
itu dilanjutkan kembali dengan satu syarat, yaitu bangunan dasar masjid yang
telah dipondasi oleh Almarhum Tgk. Muhammad Daud Beureueh tidak dapat di ubah
sesuai dengan permintaan almarhum tempo dulu.
Masjid yang rampung pada tahun 1980 tersebut
juga menyimpan sejarah yang amat berharga, yaitu makam Teungku Muhammad Daud Beureueh
yang terpugar sederhana dibahagian belakang masjid.
Masjid
Raya Labui
Masjid Raya Labui yang terletak di Kecamatan
Pidie merupakan salah satu masjid tua di Aceh yang menyimpan nilai sejarah. Masjid
Raya Labui awalnya bernama Masjid Raya Po Teumeureuhom. Bangunan pertama terbuat
dari kayu beratap rumbia. Kemudian dindingnya terbuat dari batu bercampur
kapur. Waktu itu Po Teumeureuhom, Sultan Iskandar Muda (1607-1636) bersama
masyarakat membangun masjid tersebut secara bergotong royong. Masyarakat bersedia
berdiri secara berderet sekitar 30 kilometer untuk mengangkut batu secara
estafet, dari Kecamatan Muara Tiga ke Labui. Po Teumeureuhom sempat
mendatangkan arsitek dari Cina untuk membangun masjid yang kemudian
dilestarikan menjadi cagar budaya.
Ketika itu, aktivitas di dalam masjid
dijadikan sebagai pusat pendidikan Islam. Banyak santri berasal dari Pidie, Aceh Barat,
dan Aceh Timur menimba ilmu agama di Masjid
Raya Po Teumeureuhom. Masjid yang letaknya lebih kurang 4 km sebelah
Barat Kecamatan Kota Sigli, pada masa Poteumeureuhom
pernah dijadikan sebagai masjid kerajaan Pedir atau masjid kabupaten. Tak hanya
itu, Po Teumeureuhom juga membangun benteng pertahanan atau disebut dengan diwai yang melingkari
masjid tersebut. Kini, diwai tersebut telah diruntuhkan seiring dengan dibangunnya bangunan baru masjid tersebut.
Sedangkan Masjid Raya Labui sampai kini masih memiliki tongkat kuningan berukuran
panjang 1,2 meter dengan berat lima kilogram
serta bentuknya beruas-ruas seperti batang tebu. Tongkat tersebut
ditinggalkan Raja Aceh Iskandar
Muda, saat singgah di masjid tersebut un- tuk menghimpun kekuatan perang. Saat itu Iskandar Muda menem- puh jalan darat menggunakan gajah putih. Tongkat yang dikenal dengan tongkat Po Teumeureuhom pernah diambil
Ulee Balang Bambi, tetapi kemudian
tongkat tersebut dikembalikan ke mimbar masjid tersebut.
Bagi masyarakat setempat, Masjid Po Teumeureuhom selain berfungsi sebagai tempat ibadah dan balai pengajian, di Masjid ini juga sering dilangsungkan
akad nikah
pengantin baru.
0 komentar:
Posting Komentar