Minggu, 01 Desember 2013

Masjid Bersejarah di Pidie


MASJID merupakan tempat ibadah umat muslim. Selain itu, masjid sering dipergunakan untuk kegiatan keagamaan seperti mengaji, berceramah, atau sekadar berbagi pendapat tentang kebudayaan Islam.

Di Kabupaten Pidie, ada beberapa masjid yang sangat dikenal oleh masyarakat Aceh dan bahkan seluruh dunia. Edisi pertama ini kami coba mengungkap sejarah dua masjid yang punya nilai sejarah. Masjid Abu Beureueh di Beureunuen.

Masjid Abu Beureueh
Masjid Abu Beureueh atau dengan nama lain Masjid Baitul A’la Lil Mujahiddin yang
Terletak di Beureunuen, Kecamatan Mutiara, Kabupaten Pidie, kini dikenal sebagai salah satu daerah yang sangat aktif di bidang perekonomiannya, karena letaknya cukup strategis (berada sebelum memasuki ibukota Kabupaten Pidie) dibangun atas
prakarsa Tgk. Muhammad Daud Beureueh pada tahun 1950.

Dalam pembangunan Masjid tersebut telah beberapa kali sempat terjadi ketegangan dari pihak yayasan yang mengklaim masjid itu berhak dikelola penuh oleh yayasan
yang dibentuk oleh keluarga, sementara pihak masyarakat menolaknya karena menilai masjid itu milik seluruh komponen masyarakat. Setelah beberapa kali pertemuan dengan melibatkan masyarakat Mutiara serta tokoh agama dan Imum Chik Masjid Abu Beureuh, barulah pembangunan itu dilanjutkan kembali dengan satu syarat, yaitu bangunan dasar masjid yang telah dipondasi oleh Almarhum Tgk. Muhammad Daud Beureueh tidak dapat di ubah sesuai dengan permintaan  almarhum tempo dulu.

Masjid yang rampung pada tahun 1980 tersebut juga menyimpan sejarah yang amat berharga, yaitu makam Teungku Muhammad Daud Beureueh yang terpugar sederhana dibahagian belakang masjid.

Masjid Raya Labui
Masjid Raya Labui yang terletak di Kecamatan Pidie merupakan salah satu masjid tua di Aceh yang menyimpan nilai sejarah. Masjid Raya Labui awalnya bernama Masjid Raya Po Teumeureuhom. Bangunan pertama terbuat dari kayu beratap rumbia. Kemudian dindingnya terbuat dari batu bercampur kapur. Waktu itu Po Teumeureuhom, Sultan Iskandar Muda (1607-1636) bersama masyarakat membangun masjid tersebut secara bergotong royong. Masyarakat bersedia berdiri secara berderet sekitar 30 kilometer untuk mengangkut batu secara estafet, dari Kecamatan Muara Tiga ke Labui. Po Teumeureuhom sempat mendatangkan arsitek dari Cina untuk membangun masjid yang kemudian dilestarikan menjadi cagar budaya.

Ketika itu, aktivitas di dalam masjid dijadikan sebagai pusat pendidikan Islam.  Banyak santri berasal dari Pidie, Aceh Barat, dan  Aceh Timur menimba ilmu agama di Masjid Raya Po Teumeureuhom. Masjid yang letaknya lebih kurang 4 km sebelah
Barat Kecamatan Kota Sigli, pada masa Poteumeureuhom pernah dijadikan sebagai masjid kerajaan Pedir atau masjid kabupaten. Tak hanya itu, Po Teumeureuhom juga membangun benteng pertahanan atau disebut dengan diwai yang melingkari
masjid tersebut. Kini, diwai tersebut telah diruntuhkan seiring dengan dibangunnya bangunan baru masjid tersebut.

Sedangkan Masjid Raya Labui sampai kini masih memiliki tongkat kuningan berukuran panjang 1,2 meter dengan berat lima kilogram serta bentuknya beruas-ruas seperti batang tebu. Tongkat tersebut ditinggalkan Raja Aceh Iskandar Muda, saat singgah di masjid tersebut un- tuk menghimpun kekuatan perang. Saat itu Iskandar Muda menem- puh jalan darat menggunakan gajah putih. Tongkat yang dikenal dengan tongkat Po Teumeureuhom pernah  diambil Ulee Balang Bambi, tetapi kemudian tongkat tersebut dikembalikan ke mimbar masjid tersebut.

Bagi masyarakat setempat, Masjid Po Teumeureuhom selain berfungsi sebagai tempat ibadah dan balai pengajian, di Masjid ini juga sering dilangsungkan akad nikah pengantin baru.

Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 komentar:

Posting Komentar